Senin, 04 Mei 2009

Pemuda Tanggung

Pemuda Tanggung
Namaku Siti Maemunah, panggil saja aku Mae tapi keluargaku yang kolot sering memanggilku Inah, aku sebel ndengernya kayak pembokat aja. Keluargaku cukup terpandang di sini, tapi masih kolot, apa-apa selalu dihubungkan dengan agama, huh… keluargaku adalah keluarga muslim yang teramat taat sehingga aku pun diwajibkan memakai baju kurung dan berjilbab sedari kecil. Namun segala sesuatu yang membuatku tidak bebas bergerak malah membuatku selalu ingin tahu dan aku sangat antusias bisa merasakan hal-hal baru di luar dunia kolot ini.

Apalagi, ternyata aku tercipta menjadi seorang muslimah yang mempunyai hasrat nafsu sangat tinggi dan aku sangat bernafsu bila tubuhku dinikmati oleh banyak laki-laki, hal ini membuat lebih bersemangat. Entahlah, semenjak merasakan kontol adik papaku sewaktu SMA aku menjadi seperti ini dan orang tuaku tidak mengetahui hal ini. Aku seorang mahaiswi di salah satu perguruan tinggi islam di Jogjakarta. Disini aku mengontrak sebuah rumah kecil di daerah perumahan dekat kampusku di utara kota Jogjakarta, keluargaku lebih percaya aku tinggal di rumah kontrakan daripada di kost-kostan. Aku dikarunia wajah yang menurut laki-laki yang pernah tidur denganku cantik dan body yang sexy. banyak yang mengagumi keindahan tetekku yang berukuran 34 C,apalagi kalo aku pake baju yang agak sempit, pasti mengundang orang untuk melotot kearah tetekku. Maklumlah di kota ini aku bisa memakai baju keren tetapi masih berjilbab, baju kurungku hanya ku pakai jika ada acara tertentu saja. Kalau mahasiswa sini menyebut kita-kita geng jilbab sexy. Selain itu aku punya pantat yang sekal,ditambah lagi dengan kulitku yang putih halus karena dari kecil sampai selesai SMA aku selalu memakai baju kurung dan berjilbab lebar sehingga membuat banyak cowo-cowo menelan ludah jika melihatku. aku suka memakai pakaian yang agak ketat untuk dapat memamerkan apa yang aku miliki, dan tentu saja indahnya tubuhku sering dipuji.

Masih ingatkan denganku?Lihat lagi dong ceritaku dengan pegawai Telkom kemarin. Ya, namaku Siti Maemunah, panggil saja aku Mae. Keluargaku cukup terpandang dengan gelar kebesaran mereka dari tanah Arabia, tapi masih kolot, apa-apa selalu dihubungkan dengan agama, huh… keluargaku adalah keluarga muslim yang teramat taat sehingga aku pun diwajibkan memakai baju kurung dan berjilbab sedari kecil. Namun segala sesuatu yang membuatku tidak bebas bergerak malah membuatku selalu ingin tahu dan aku sangat antusias bisa merasakan hal-hal baru di luar dunia kolot ini. Apalagi, ternyata aku tercipta menjadi seorang muslimah yang mempunyai hasrat nafsu sangat tinggi dan aku sangat bernafsu bila tubuhku dinikmati oleh banyak laki-laki, hal ini membuat lebih bersemangat. Mungkin aku jadi begini karena kehidupan sosialisasiku sangat terkekang semenjak kecil jadi ya beginilah, tahu enaknya di luar jadi susah ngilanginnya,he..he..he

Aku seorang mahaiswi di salah satu perguruan tinggi islam di Jogjakarta. Disini aku mengontrak sebuah rumah kecil di daerah perumahan dekat kampusku di utara kota Jogjakarta, keluargaku lebih percaya aku tinggal di rumah kontrakan daripada di kost-kostan. Aku dikarunia wajah yang menurut laki-laki yang pernah tidur denganku cantik dan body yang sexy. banyak yang mengagumi keindahan tetekku yang berukuran 34 C,apalagi kalo aku pake baju yang agak sempit, pasti mengundang orang untuk melotot kearah tetekku. Maklumlah di kota ini aku bisa memakai baju keren tetapi masih berjilbab, baju kurungku hanya ku pakai jika ada acara tertentu saja. Kalau mahasiswa sini menyebut kita-kita geng jilbab sexy.
Disini aku mengupah warga di sekitar rumah kontrakanku untuk membersihkan segala sesuatu yang menyangkut pekerjaan rumah tangga, namanya Mbok Sarinem, umurnya sudah kepala lima tapi masih cekatan, kadang dia dibantu juga oleh anak bungsunya yang bernama Yanto, dia Cuma disekolahin sampai SMP orangnya agak lucu dan sopan. Tapi walaupun keliatan sopan, ternyata dia pernah juga ngentotin pacarnya yang masih SMP, berita ini kudapat dari teman-teman ku yang pernah melihat dia dan pacarnya masuk sebuah losmen di daerah Umbulharjo dan waktu kutanyakan ke dia, dia nggak bisa mengelak, alasan dia pacarnya yang masih SMP itu, Tinah, orangnya lebih agresif jadi dia merasa nggak ada salahnya buat nyoba, berani juga nih anak pikirku waktu itu. Tingginya rata-rata anak SMA, kulitnya gelap tapi wajahnya lumayan manis tapi kalau urusan bersih-bersih, nggak kalah dengan ibunya, cekatan banget, mungkin itu juga yang membuat tubuhnya kelihatan kencang. Seperti ibunya, dia juga pandai mengurut dan memijat. Kalau keluargaku lagi datang menjengukku ke Jogja, dia selalu kupanggil untuk memijit ayahku dan ayahku begitu memuji pijitannya. Kalau lagi bersih-bersih sendirian di rumah, kutahu dia sering melihat diriku tapi aku nggak terlalu menanggapinya.

Suatu hari di akhir minggu, aku merasa capek banget apalagi sehabis ujian semesteran, mana pusing lagi dan yang bikin aku tambah bete, dah seminggu ini aku nggak bisa ngrasain kontol-kontol lelaki gara-gara sibuk belajar buat ujian. Huh… Akhirnya, atas saran dari Mbok Sarinem kemarin sore, kusuruh Yanto datang ke rumah sore ini. Kuminta dia memijatku biar agak lebih enakan. Dan aku punya rencana iseng buat Yanto, siapa tahu aku bisa ngrasain kontolnya karena aku penasaran dengan daun muda ini. Eh, ditungguin dari pagi malah baru datang siang jadi tambah bete banget dah. Waktu itu aku sudah memilih memakai daster terusan aseli Jogja yang agak longgar supaya pijitannya lebih terasa tapi aku tetap memakai jilbab dong, kan muslimah tulen, he..he..

Kuminta Yanto memijat punggungku. Santai saja kubiarkan ia mengurut dan memijati punggungku yang sedikit agak terbuka, karena jenis daster yang kukenakan memang seperti itu. “Mbak, panas yah! Saya sampai keringetan!” Dengan lugunya Yanto mengeluh kepadaku. Santai saja kutanggapi kata-katanya, … “Ya buka aja kaosnya!” Setengah geli dan juga kesal aku melihat dia langsung membuka kaosnya dengan tanpa ragu sedikitpun. Lalu kembali dia memijati punggungku. Tidak berapa lama kemudian terdengar Yanto berbicara lagi, … “Mbak … Mbak Mae, maaf ya Mbak kalau ada yang mengganggu.” Polos betul anak muda ini. Begitu sopan dan lugu. Memang aku sendiri merasakan ‘ada sesuatu’ sesuatu yang mengganjal di atas pantatku. “Kenapa sih memangnya?” Tanyaku dengan maksud mau mengganggunya. Jawabannya yang polos membuatku geli, tapi juga terangsang. Dengan sangat lugu dia menerangkan, … “Iya Mbak, udah seminggu belom kesampean … eh … gituan.” Kutanya lagi, … “Kok bisa?” … “Iya abis kan udah seminggu ini ikut temen jadi tukang batu di Sleman.” Lalu sambungnya lagi, … “Waktu pulang, pacar saya … itu tuh Mbak … lagi datang bulan.” Karena kepingin tahu kutanya terus, … “Jadi gimana dong?” Keluguan dan kepolosannya semakin terlihat sewaktu dia menjawab. “Yah pusing aja … Apalagi ngeliat punggung Mbak Mae kenceng begini, kayak pacar saya aja …, bedanya Mbak lebih putih aja.” Agak menahan tawa kuanjurkan padanya, … “Yah kalau pusing dilepas aja pakai tangan di kamar mandi sana.” Usulanku ini ternyata ditanggapi dengan serius oleh Yanto. “Iya yah Mbak, bener juga, kalau gitu ditinggal sebentar ya Mbak.” Yanto berdiri lalu melangkah kearah kamar mandi. Seakan-akan tanpa beban apapun ditinggalnya aku sendiri begitu saja. Masih terlihat olehku tubuhnya yang ramping, kekar dan berotot itu. Tanpa sadar kutelan ludah. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal di kerongkonganku.

Karena bosan dan juga ingin tahu, kalaupun belum karena dorongan gairah, kususul Yanto ke kamar mandi. Ternyata pintunya tidak terkunci. Pelan-pelan kubuka pintunya dan akupun masuk dengan rasa penasaran. Yanto tidak menyadari kehadiranku di dekatnya. Terlihat dia sedang berdiri menyandar pada bak mandi. Tubuhnya dalam keadaan telanjang, karena tadi baju kaosnya sudah kusuruh lepas waktu sedang memijatiku. Walaupun kulitnya agak gelap, secara keseluruhan dia terlihat gagah. Celana pendeknya masih menggantung di pahanya, karena rupanya hanya dilorot sebagian. Terlihat matanya terpejam menikmati apa yang sedang dilakukannya. Dari gerakan pada lengannya kutahu dia sedang mengocok ‘barang kepunyaan’nya. Segera kutujukan mataku ke arah selangkangannya. Apa yang kulihat saat itu membuatku kagum, bahkan membuat nafasku sesak tersengal-sengal. Tangan Yanto sedang menggenggam ‘alat kontol’nya, yang kelihatan besar dan panjang sekali, ada 20 cm-an mungkin dengan diameter sekitar 5 cm-an. Ujung kepala ‘kemaluan’nya bulat, keras dan mengkilat. Seperti orangnya warnanya juga cokelat tua agak kehitam-hitaman. Yanto masih terus mengocok-ngocok ‘barang kepunyaan’nya yang mengagumkan itu. Karena matanya terpejam dia tidak menyadari bahwa aku telah semakin dekat dengannya. Aku juga terbawa untuk memejamkan mataku. Terbayangkan olehku hal yang tidak-tidak yang juga membuatku terangsang.

Kurasa sesuatu yang menggelegak dalam diriku. Sekali lagi aku sampai menelan ludah. Lalu kuberanikan diriku untuk menyapanya, … “Yanto! Besar amat sih kontolmu?” Yanto terlihat sangat terkejut. Tersipu-sipu ia berkata, … “Aduh Mbak, kok ada di sini … Aduh maaf Mbak!” Segera kutenangkan dia, … “Nggak apa-apa, nggak apa-apa kok.” Lalu sambil mengulurkan tanganku ke arah batang kontol Yanto aku berkata, … “Coba lihat dong! Ukurannya kok sampai sebesar ini sih?” Malu-malu dia berusaha menghindar, tapi terpegang juga olehku kontolnya. Lucunya setelah terpegang dia tidak terus berontak, malah dibiarkannya aku mengusap-usap kontolnya itu. Setelah aku usap-usap Yanto terlihat sudah mulai mampu menguasai diri lagi. Malah rupanya keberaniannya timbul kembali. Dengan gaya lugunya dia bertanya, … “Emangnya besar ya Mbak punya Yanto?” Aku mengangguk mengiyakan. Hampir tertawa aku ketika Yanto menanyakan, … “Tapi pacar saya kok nggak pernah bilang apa-apa yah?” Kujawab saja sekenanya, … “Wah dia malu kali bilangnya tapi kan sering minta kamu terus kan?” … “Eh ngomong-ngomong mau diterusin nggak?” Dengan manis dan lugu Yanto mengangguk, … “Kalau nggak diterusin entar pusing Mbak.” Tidak mampu menahan diri lagi langsung kutawarkan padanya, … “Mau saya bantuin nggak?” Terlongo Yanto memandangku dan bertanya, … “Emangnya Mbak mau?” Sambil tersenyum genit aku berkata kepadanya, … “Kalau untuk kamu mau dong, … tapi jangan di sini ya, di kamar aja yuk!”

Kutarik tangan Yanto dan menuntunnya kembali ke kamar tidur. Kuarahkan supaya ia duduk membujur di atas ranjang, lalu aku menelungkup di hadapannya. Kedua tanganku mulai mengusap-usap ‘batang kontol’ Yanto. Ukurannya memang luar biasa. Tadi dalam keadaan Yanto berdiri, kalau kontolnya ditegakkan sepertinya panjangnya melebihi ke pusarnya. Sekarang dalam keadaan dia duduk panjangnya jelas meliwati pusarnya itu. “Aduh Mbak, geli banget!” Erang Yanto. Kedua lengannya mengencang menyangga tubuhnya, sampai terlihat otot-ototnya menonjol gagah. “Yanto! Yanto! Besar amat ya kepunyaan kamu ini, katanya orang Arab yang itunya gede-gede begini,” … demikian aku membuatnya bertambah semangat. Ternyata Yanto mengiyakan sinyalemen ini dengan menerangkan, … “Iya Mbak, kakek Yanto dari simbok memang ada keturunan Arab.” Pantaslah kalau begitu. Beberapa saat hening tanpa ada suara, sementara aku terus mengocok-ngocok lembut kontol Yanto. Sampai akhirnya terdengar lagi Yanto bertanya, … “Mbak, katanya kalau orang bule seneng ngemutin pake mulut yah Mbak?” Pertanyaan ini kurasa semakin menjurus dan membuatku terusik oleh keinginan terpendam yang ada di hatiku. Dengan singkat kujelaskan padanya, … “Ah bukan orang bule aja, orang Indonesia juga ada.”

Setelah terdiam sejenak pertanyaan berikutnya membuat gairahku semakin tergugah. “Kalau Mbak Mae gimana?” Walau dengan nada ragu-ragu berani juga dia menanyakannya. Akupun mengaku terus terang, … “Yah saya sih dari dulu juga suka.” Sejenak lagi Yanto terdiam lalu terang-terangan bertanya, … “Sama punya Yanto mau nggak Mbak?” Aku melepas nafas lega, rupanya akan terjadi juga hal tidak-tidak yang dari tadi terbayang olehku. Tapi aku tidak mau terburu-buru, aku masih ingin mempermainkannya dulu. Dengan mimik serius kujelaskan padanya, … “Wah kalau itu sih harus dilamar dulu!” Rupanya tertarik Yanto bertanya mengejar, … “Maksudnya dilamar gimana Mbak?” Masih tetap serius kupertegas lebih jauh lagi, … “Ya ngelamar anak orang kan biasanya ada syaratnya.” Wajah Yanto terlihat agak kecewa, … “Yah kalau pake mas kawin sih Yanto nggak punya.” Tidak ingin terlalu lama berjual mahal langsung kujelaskan padanya, … “Maksudnya bukan begitu, syarat sebagai laki-laki ya kontolnya bisa bangun, besar, panjang, keras sama kuat.” Kembali Yanto nampak bersemangat, … “Oh kalau itu sih Yanto mampu … Bersedia nggak Mbak dilamar Yanto?” Aku membisikkan kesediaanku. Lalu Yanto berkata dengan penuh keseriusan, … “Mbak, bersama ini Yanto nyatakan bahwa Yanto ngelamar Mbak Mae dan mampu memenuhi syarat yang diminta tadi …” Kujawab kata-katanya itu, … “Dengan ikhlas saya bersedia menerima lamarannya Yanto dan berjanji untuk memuaskan kemauannya.” Walaupun aku sebetulnya bercanda, tetapi semua kulakukan dengan penuh keseriusan. Begitu pula Yanto menanggapinya dengan cara yang serius juga.

Sambil tersenyum lega Yanto bertanya, … “Terus gimana Mbak?” Aku juga tersenyum dan menjawab, … “Terus saya cium.” Dengan bersemangat Yanto memyambutnya, … “Aduh mau Mbak, ayo dong!” Pada saat bibirku mendarat di atas kepala kontolnya dan mengecupnya Yanto mendesah, … “Aduh geli Mbak, enak.” Apalagi waktu mulai kujilat-jilat dengan lidahku, ia betul-betul merasakan nikmatnya. Tubuhnya mengejang keras, … “Aduh Mbak geli sekali.” Begitu kumasukkan Ujung kontolnya yang seperti ‘topi baja’ itu ke mulutku, lalu mulai aku kulum, Yanto mengerang panjang. “Aaaaarrhhhhhh……mmmmpphhh…… “ Karena keenakan dia sampai menekan kepalaku ke bawah. Dipenuhi oleh ‘ukuran kontol’ lelaki yang sebesar itu aku sampai sulit bernafas. Untung aku sudah cukup berpengalaman dalam hal ’seks oral,’ sehingga dengan mudah aku bisa menyesuaikan gerakan bibir, lidah dan mulutku.

Ketika ujung batang kontolnya menyentuh langit-langit mulutku, aku merasakan lonjakan gairah yang membawa nikmat. Sayang sementara sedang menikmati itu semua masih kudengar juga Yanto bertanya lagi. Katanya, … “Mbak hanya ini aja apa boleh lebih Mbak?” Terpaksa aku menjawab dulu, supaya jangan terjadi hal-hal yang tidak kuinginkan. Kuusahakan supaya Yanto bisa menerima keteranganku dengan baik. “Sebatas ini aja ya, soalnya baik Yanto maupun saya kan udah berkeluarga … Lagi pula kalau meliwati batas ini kita kan jadinya melanggar perintah agama, … Iya kan Yanto?” Tersenyum puas Yanto memandangku, … “Terima kasih ya Mbak, begini aja Yanto udah puas sekali kok.” Manis sekali anak ini, akupun jadi semakin menyukainya. Langsung kuperhebat emutanku, sampai aku sendiri semakin terangsang. Sewaktu aku sudah mulai hanyut, ternyata masih juga kudengar permintaan Yanto. “Mbak,” … panggilnya, … “Mbak Mae.” Agak kesal aku menjawabnya, … “Iya kenapa? Ada apa?” Rupanya Yanto tidak tahu bahwa aku merasa kesal. Terbukti dia masih memintaku, … “Mbak, sambil diemutin dijilatin juga Mbak, enak kan kalau sembari dijilatin …” Kupenuhi permintaannya, walaupun aku merasa agak jengkel. Berani betul anak muda ini menyuruh-nyuruh aku. Untung suasana batinku tidak sampai terganggu, sehingga aku dapat mencapai orgasmeku.

Karena sudah terangsang dari tadi, terutama setelah mulai mengemut kontol Yanto, beberapa usapan saja sudah cukup untuk membawaku ke puncak rasa jasmaniku. Aku mengaduh, merintih dan mengerang sambil terus menjilati kontolnya. Laki-laki itu sampai melihati aku dengan pandangan agak heran. Tapi tidak kuperdulikan lagi dirinya. Terus aku emuti ‘daging keras’ Yanto di mulutku, sampai gelora rasaku mereda. Setelah itu yang aku sadar adalah betapa pegalnya rahang mulutku, karena dari tadi mengemuti kepunyaan Yanto dengan tanpa henti.

Sedikit-sedikit mulai ada rasa jengkel juga karena daya tahan kontol lelaki itu kuat sekali. Hampir aku sentak dia ketika sekali lagi kudengar suaranya berbicara kepadaku. “Mbak,” … katanya, …”Mbak.” “Aduh Yanto, ada apa lagi sih?” Tapi untung dia tidak menangkap kekesalanku, karena kudengar dia berkata, … “Saya hampir keluar Mbak.” Rasa gairah semakin merangsang diriku, semakin keras juga aku mengemut dan mengisap kontol Yanto. Hingga akhirnya seluruh tubuh Yanto mengejang keras, begitu juga batang kontolnya di mulutku. “Aaaaakkhhhh … aaaaakkkkkh … Mbaaak …… Mmbb…aaakk Mae … aaahhhh … Aduh Mbbbaaa…… aaakkkkk … aaaakkkhhhhh …….,” Yanto mengerang keras dan panjang. Rupanya dia sedang mengalami puncak kenikmatannya di mulutku. Semburan demi semburan air mani Yanto memasuki rongga mulutku.

Banyak sekali, kental, dan asin rasanya. Supaya tidak terselak kutelan sebisa-bisanya. Tapi setelah aku tidak tahan lagi kubiarkan sebagian tertumpah dari mulutku dan terjatuh ke perut Yanto. Beberapa saat kemudian keadaan mulai mereda. Kudengar suara nafas Yanto lembut. Kontolnya yang masih berada dalam genggamanku ternyata masih keras juga. “Yanto,” … kupanggil dia. Sambil mengusap-usap bahuku ia menjawab, … “Mbak?” Kujelaskan padanya, “Punya lelaki yang seperti begini yang jadi idaman wanita.” Seperti biasa dalam kepolosannya dia tidak langsung mengerti, … “Kenapa Mbak?” Karena sudah puas aku tidak kesal lagi dengan keluguannya, … “Soalnya biarpun udah lepas muatannya masih tetap keras.”
Akhirnya setelah istirahat sejenak, dia meminta ijin untuk pulang karena sudah ada janjian dengan ibunya untuk mengantar cucian tetangga dan aku lebih memilih untuk bersantai tiduran di sofa depan televisi tapi mulutku terasa ngilu ngemotin kontolnya yang begitu besar tadi.
Say 'Thank You!' for this post.

Tidak ada komentar: