Senin, 04 Mei 2009

Hadiah Perpisahan 03

Hadiah Perpisahan 03

Ini sudah terlalu lama, Aku sudah menunggu terlalu lama. Aku harus memperkosa dia lagi, Aku harus menikmati lagi tubuh Lola Amelia yang sedang jadi mainan kita. Aku jambak lagi rambut Lola, di pangkalnya dan menariknya dengan kasar dari pegangan Toni, air liur Lola dan sperma Toni mengalir keluar dari mulutnya ketika kuseret dia sekitar dua meter dari Toni dan melemparkannya hingga jatuh tertelungkup. Aku berlutut di belakang dia, dan meraih pinggul Lola yang bulat, dan menarik pantatnya yang biru-biru hingga menungging, penisku bergoyang-goyang di depanku sementara aku menggeram bagai binatang, mengarah ke vagina Lola yang terluka.

Aku masuk lagi dengan brutal, berharap aku kembali menyakiti Lola, berharap dia menjerit kesakitan, tapi yang aku dengar hanya suara mengerang ketika penisku masuk ke rahim Lola. Aku bergoyang keluar masuk sebanyak tiga kali, vagina Lola masih sangat sempit dan nikmat, Aku hampir saja diam tak bergerak di situ. Tapi pantat Lola, dengan liang anus berkerut berwarna kecoklatan terlihat seperti menggodaku, jari-jariku membuka belahan pantat Lola yang memanggil-manggilku. Aku meringis ketika kutarik penisku dari jepitan vagina Lola dan mengarahkannya ke liang anus Lola.

Reaksi Lola benar-benar menggairahkan. Rintihan dan ratapan keluar lagi dari bibir Lola.
"Jangan, jangan, saya mohon, jangan..!" Lola merintih dan meronta sekarang lebih kuat dari pada yang kuduga sebelumnya, lututnya terangkat dari lantai, otot-otot di pantatnya mengejang berusaha menutup, pinggulnya bergoyang berusaha melepaskan diri dari peganganku. Tapi aku tidak peduli, tidak ada yang bisa menghalangiku buat menikmati pantat Lola. Dan kupegangi dia, di pinggulnya, penisku yang sudah dibasahi oleh vagina Lola, menekan ke liang anus Lola, tubuh Lola menggeliat dan meronta dalam peganganku sembari memohon agar aku berhenti, dan melakukan apa saja, apa saja selain sodomi.

Aku menekan lebih keras lagi, jari-jariku membuat memar baru di pinggul Lola, ketika Aku merasa liang anus Lola mulai terbuka, jeritan pelan mulai terdengar dari mulut Lola, keluar dari dada Lola, dada dengan payudara yang bulat yang sekarang tertindih tubuh Lola di lantai yang terus berusaha merangkak menjauh dariku. Setelah itu yang kudengar hanya jeritan Lola yang melengking hingga akhirnya terputus sendiri ketika kepala penisku berhasil menembus masuk anus Lola, membuatku gemetar karena sensasi yang timbul. Sempit, sempit sekali sampai membuat nyeri, semakin nyeri ketika kupaksa penisku masuk lebih dalam lagi, dan lebih dalam lagi, jeritan Lola berubah menjadi lolongan ketika telapak tangan Lola mengepal menahan sakit, dahinya terbenam ke karpet ketika lolongan Lola berubah lagi menjadi tangisan kekalahan dan kesakitan bersamaan dengan masuknya sisa penisku ke anus Lola yang terus menjepit dan memijati batang penisku.

Kutarik lagi penisku keluar, menikmati gerakan tubuh Lola yang kesakitan, dan kemudian mendorongnya masuk lagi sekeras-kerasnya ke dalam anus yang sempit luar biasa itu. Aku tidak punya pikiran lain selain menyodominya, dan terus menyodominya, menyodomi dubur Lola dengan brutal, sekuat tenaga, dan menikmati setiap rasa sakit yang dirasakan oleh Lola, rasa teror yang dialami Lola, kekalahannya. Aku sadar ketika gerakanku di anus Lola mulai lancar, Johan berlutut di depan Lola, dan aku melihat penisku kembali berlumuran darah ketika aku menarik penisku keluar untuk yang kesekian sebelum mendorongnya masuk lagi. Johan ada di depan Lola, menarik rambutnya dan memegang kepala Lola dengan kepalanya, menarik rahang Lola, memaksanya membuka mulut, dan memasukkan penisnya ke dalam mulut Lola dan memperkosanya sebrutal aku yang ada di anusnya.

Aku tidak tahu berapa lama kita memperkosa Lola, Aku di anus dan Johan di mulut, tubuh Lola terus-menerus mengejang dan gemetar dengan suara mengerang lirih kesakitan dan mulutnya. Aku tenggelam di kabut birahi dan nafsu, seluruh pikiranku aku pusatkan di penisku, pada dua buah bulatan daging yang merupakan pantat Lola, aku terus bergerak, keluar, masuk, keluar, masuk, dan aku merasa orgasmeku kembali datang, menyakiti penisku, mengingat aku baru saja orgasme beberapa saat yang lalu, tapi aku menikmati rasa sakit itu, rasa sakit yang sangat nikmat sementara aku terus bergoyang di pantat Lola hingga akhirnya aku tersentak, seluruh tubuhku tersentak dan aku ejakulasi di dalam anus Lola, penisku berdenyut dan menggelinjang terus dan terus ketika aku memuntahkan spermaku ke anus Lola, menaklukkan lagi gadis itu, gadis yang sangat merangsangku, Lola Amelia.

Aku terdiam beberapa saat, mendengar Johan yang mendengus menyelesaikan hajatnya di mulut Lola, dan aku menarik penisku keluar, mendesis ketika anus Lola kembali menjepit batang penisku erat-erat untuk terakhir kalinya sebelum aku jatuh terduduk. Aku duduk di situ semenit, melihat Johan yang menarik penisnya dari mulut Lola dan berdiri, membiarkan tubuh Lola jatuh tersungkur ke lantai lagi.

Aku menggelengkan kepalaku, mengerjapkan mataku dan berjalan ke kursi dimana Toni sedang beristirahat dan duduk. Toni sedang memandangi Lola, alat hiburan kita bertiga. Kaki Toni menendang tubuh Lola beberapa kali, tidak keras. Kemudian ia mengulurkan tangannya dan menggulingkan tubuh Lola hingga telentang.

"Benar-benar cantik dia", katanya, mengucapkan apa yang ada di pikiranku. Lola, Lola Amelia, terbaring tak berdaya di lantai. Tangannya dengan pergelangan tangan masih terikat terangkat ke atas kepalanya, membuat tubuhnya makin ramping, semakin tinggi, dan langsing. Buah dadanya masih mengacung di dadanya, memerah dan bilur-bilur karena pukulan-pukulan Toni. Lehernya panjang, halus dan putih, terlihat seperti menelan ludah beberapa kali, dan setiap kali menelan Lola terlihat kesakitan, nafasnya terdengar berat dan terputus-putus. Darah tampak sedikit mengalir dari hidungnya dan bibirnya, bibirnya yang penuh dan sensual itu bilur-bilur membiru. Mata Lola terpejam, dan alis matanya tampak semakin menarik dengan wajah yang basah karena air mata dan keringat. Pinggangnya ramping dan perutnya, gemetar pelan ketika ia mengerang kesakitan, perkosaan dan pukulan kita pada Lola membuat ia tidak bisa berbaring tanpa kesakitan.

Bagiku tidak ada yang lebih merangsangku daripada melihat cewek yang sedang kesakitan, dan Lola Amelia di depanku ini sedang kesakitan setengah mati. Kupikir kita bertiga benar-benar terkagum-kagum karena kita semua cuma berdiri dan duduk di situ dan memandangi Lola, menikmati setiap jengkal tubuh Lola yang sedang menggeliat-geliat kesakitan. Toni membuyarkan lamunan itu, ia bangun dan mendekati tumpukan pakaiannya, penis Toni mengacung tegang ketika ia sedang merogoh-rogoh kantong bajunya, mengeluarkan satu Pak rokok dan zippo. Ia menyalakan satu batang rokok, menghisap dan berjalan mendekati dan berdiri dekat dengan kaki Lola, memandangi tubuh Lola di bawahnya. Aku menarik kursiku supaya aku bisa melihat apa yang dikerjakan Toni lebih jelas lagi, ketika Toni berlutut dengan rokok masih ada di bibirnya.

Toni menarik kaki Lola, tidak menghiraukan erangan sakit dari Lola ketika ia mengangkat kaki Lola dan menyangkutkannya ke bahunya sendiri. Ia bersandar ke depan, penis Toni tepat mengarah ke vagina Lola yang memerah karena diperkosa beruntun, tubuh Toni hanya ditumpu oleh kaki Lola dan satu tangan Toni. Lola sama sekali tidak membuka matanya, hanya mengerang ketika Toni menekan penisnya ke vagina yang sudah kesakitan, membenamkannya hingga pangkal. Ia menahannya di situ, menatap wajah Lola di bawahnya, wajah Lola yang cantik, dengan rokok yang masih menggantung di mulutnya.

Aku membeku dan tersenyum ketika aku melihat Toni menarik rokok itu dari mulutnya dan memandang Johan, yang mendekat dan berlutut menindih tangan Lola. Lola membuka matanya, melihat Johan yang memandangi dirinya, menatap ujung rokok yang menyala. Aku tahu, Johan tahu dan Lola pun tahu apa yang akan dilakukan oleh Toni dan mata Lola, mata yang bulat semakin membesar dan air mata kembali mengalir tanpa terdengar isakan, bibir Lola terbuka seakan-akan ingin memohon pada Toni tapi tahu bahwa itu percuma.

Ujung rokok itu mendekat perlahan, dan tubuh Lola mulai meronta-ronta ditindih oleh tubuh Toni, menggeliat, mengejang, meronta, buah dada Lola bergoyang-goyang ketika Lola meronta tanpa bersuara, berat tubuh Toni membuatnya tidak berdaya. Ujung rokok yang menyala itu menyentuh buah dada kanan Lola, membuat jeritan Lola kembali terdengar bersamaan dengan terbakarnya daging payudara kanan Lola yang sudah berkeringat. Toni menghisap rokoknya lagi, membuat ujungnya menyala-nyala lagi, dan mendekatkannya lagi ke payudara kiri Lola, perlahan dengan penis masih terbenam di vagina Lola. Lola menjerit lagi, punggungnya melengkung kesakitan, tubuhnya meronta berusaha melawan Toni.

Selama setengah jam Toni terus menyiksa Lola, menyulut, menghisap, menyulut, menghisap, menyalakan sebuah rokok baru setiap kali rokok yang lama habis, membuat Lola menjerit dan menjerit dan menjerit hingga akhirnya Lola hanya bisa melolong lemah, dengan tubuh yang terus mengejang dan mencoba berguling sementara Toni terus menahannya dengan penis terbenam dan dijepit oleh vagina Lola, Toni menahan penisnya hingga vagina Lola yang menjepit setiap kali Lola kesakitan membuatnya seperti dipijati oleh vagina Lola sendiri. Kemudian Toni meremas buah dada Lola, meremasnya keras-keras dengan kedua tangannya, membuat Lola kembali melolong seperti binatang yang terluka, tubuhnya menggelinjang sementara Toni mulai menggerakan penisnya di vagina Lola dengan brutal, payudara Lola terasa perih ketika luka bakar di buah dadanya terbuka karena remasan tangan Toni, kuku Toni menghunjam ke daging buah dada Lola.

Toni menggeram, menumbukkan pinggulnya ke pinggul Lola, kuku jari Toni membuat buah dada Lola terluka dan mengeluarkan setetes darah, lolongan Lola bersahutan dengan erangan Toni ketika ia berejakulasi, mengisi rahim Lola dengan air mani. Selama beberapa detik tubuh Toni tegang tak bergerak di atas tubuh Lola, lalu semuanya berakhir, dan ia tersungkur ke tubuh Lola yang terisak-isak. Selama beberapa menit Toni tetap berbaring sebelum ia berguling dan berdiri, meninggalkan Lola yang telentang di atas lantai, kaki Lola terbuka lebar, tangan Lola menutupi buah dadanya yang terluka ketika ia menangis keras dengan kesakitan.

Aku tidak tahu kenapa, tapi Lola dan tubuhnya serta tangisannya membuatku ingin menyakitinya lagi, membuatku ingin mendengar dia menangis, menjerit dan minta ampun padaku. Aku menunduk di antara kaki Lola, satu tanganku memegang pahanya dan bahuku menahan paha Lola yang lain, wajahku hanya beberapa senti dari vagina Lola yang memerah dan terluka. Dari belahan vaginanya mengalir sperma yang tercampur titik-titik darah turun ke belahan pantatnya. Aku bisa melihat clitorisnya, juga memerah dan memar di tumbuhi sedikit rambut kemaluan.

Dengan dua jari aku membuka labia Lola yang ada di sekitar clitoris Lola. Tanganku yang satu lagi mengulur dan memegang clitoris yang merah itu dengan jempol dan telunjukku, mendengar tangisan Lola makin keras, merasakan pahanya gemetar, lalu aku jepit clitoris itu, membuat lolongan Lola kembali membahana, pahanya mengejang berusaha menutup kakinya, tapi bahuku menghalangi usahanya yang sudah tak bertenaga.

Kujepit, tarik dan membenamkan kuku jariku ke daging kecil yang sensitif itu, membuatnya kembali menjerit dan menggemelihat ketika aku menyakitinya lagi. Aku menarik tanganku lagi, membuat tubuh Lola rileks lagi. Toni kembali mendekat dan menyeret tubuh Lola dan melemparkannya ke atas mejaku lagi. Pantat Lola menungging ke atas seakan-akan siap menerima Toni.

Toni membuka belahan pantat Lola dengan kedua tangannya dan memasukan penisnya masuk dengan satu kali dorongan yang keras. Lola mengerang, dia terus mengerang setiap saat sekarang, seluruh tubuhnya telah kesakitan, buah dadanya semakin membuatnya kesakitan karena tertindih tubuhnya sendiri di atas meja. Aku berjalan ke seberang meja dan menjambak rambutnya lalu memasukan penisku ke mulut Lola, masuk terus hingga ke tenggorokannya, merasakan hangatnya lidah dan tenggorokan Lola di seluruh bagian penisku, tenggorokan Lola juga menjepit kepala penisku, dan lembutnya bibir Lola melingkari pangkal penisku. Lola kembali diperkosa di anus dan di mulut, dengan kasar dan brutal karena kita berdua harus berusaha keras untuk dapat mencapai puncak untuk yang ketiga kalinya di tubuh ini, ke dalam tubuh gadis yang tidak ada bandingannya, ke dalam tubuh Lola Amelia.

"Ambilin Aku pin." Aku dengar Toni berkata dan aku tersenyum lagi ketika aku melihat Johan mengangsurkan beberapa pin dari mejaku, yang langsung dibenamkan Toni ke pantat Lola.

Jeritan Lola mengalir ke penisku, membuatku mengerang nikmat. Pin kedua kembali ditancapkan ke pantat Lola, dan jeritan kedua membuatku gila karena birahi. Aku tidak bisa orgasme, cewek ini sudah menghabiskan seluruh spermaku sebelumnya. Sakit sekali rasanya testisku yang berusaha mengeluarkan sperma ke mulut Lola. Toni sudah berhenti menancapkan pin, tangan dan pinggul Toni menumbuk-numbuk pin di pantat Lola membuat jeritan Lola sambung-menyambung mengalir ke penisku, membuatku tenggelam dalam kenikmatan dan frustasi dalam usahaku berejakulasi.

Pantat Lola pasti benar-benar memuaskan Toni karena aku melihat mata Toni membalik dan ia melolong nikmat ketika ia kembali menyemburkan spermanya ke dalam tubuh Lola, Lola yang cantik. Setelah selesai Toni menarik penisnya keluar, Aku juga menarik penisku dari mulut Lola dan melihat wajahnya yang memar, darah kemabbali menetes dari hidungnya, dan menetes ke penisku.

Aku mundur dan Johan mengulurkan tangannya meremas buah dada Lola dan menariknya ke atas hingga Lola dipegangi oleh Johan di buah dadanya, membuat Lola mengerang ketika penisnya menembus masuk ke anus Lola, pantat Lola masih ditancapi oleh pin yang makin menusuk ke dalam daging pantat Lola ketika Johan terus mendorong penis sepanjang 20 senti itu masuk ke anus Lola. Lola menjerit sekali, ketika kepala penis Johan masuk membuka liang anusnya, dan kemudian mengerang setiap kali Johan bergerak keluar dan masuk.

Penisku terus berdenyut ketika aku melihat Lola, dipegangi oleh Johan, sementara kepalanya mengangguk-angguk seirama dengan goyangan pinggul Johan, rambut Lola bergoyang kesana kemari di sekeliling kepala Lola, matanya, matanya yang bulat indah membelalak karena kesakitan dan shock, mulutnya menganga mengeluarkan erangan yang berirama dengan gerakan Johan, bibir Lola bilur membiru, darah masih menetes dari hidungnya mengalir ke dagu, terus turun ke lehernya jenjang hingga ke belahan buah dada Lola.

Aku naik ke atas meja dan berlutut di depan Lola, meremas pantatnya yang mempesona untuk mendengar jerit kesakitan Lola, kemudian memasukan penisku ke vagina Lola, tubuh Lola seperti boneka di jepit olehku dan Johan. Vagina dan anus Lola kembali dimasuki oleh dua buah penis bersamaan, membuat tubuh yang terluka, memar dan kesakitan itu bergoyang-goyang maju mundur.

Penisu masih dijepit erat oleh vagina Lola yang tampaknya tidak akan pernah melebar. Dan orgasmeku datang. Aku orgasme sekuat tenagaku, tanganku meremas pantat Lola, testisku seakan-akan ditarik dari penisku ketika aku ejakulasi. Aku orgasme untuk yang ketiga kalinya malam itu. Johan selesai menyembur, tangannya melukai lagi buah dada Lola yang memar, terbakar dan berdarah dan kemudian ketika aku selesai tubuh Lola langsung ambruk terguling dari meja jatuh ke lantai, mengerang lemah.

Kita bertiga berdiri untuk beberapa saat, dan ku memandang jam.
"Waktunya berangkat." Kataku, dan kita lalu membersihkan badan menggunakan pakaian Lola sebagai lap. Membiarkan Lola yang berbaring tak bergerak di lantai. Ketika kita sudah berpakaian lagi, Aku seret dia ke bawah mejaku dan mengikat dia dengan tali yang diambil Johan dari gudang. Aku tahu kalau office boy akan menemukan Lola besok pagi, tapi pada waktu dia ditemukan aku dan temanku sudah sedang menikmati layanan VIP di negeri yang mau kudatangi.

TAMAT

Tidak ada komentar: