Senin, 04 Mei 2009

Hadiah Perpisahan 02

Hadiah Perpisahan 02

Tangan Toni mengusap belakang kepala Lola, dan Aku melihat tubuh Lola kembali gemetar ketika Toni melangkah ke belakang menjauhi Lola, mata Toni melahap habis buah dada Lola, dua buah bukit daging bulat mengacung dari dada Lola, bergantung lepas dan tampak besar bila dibandingkan dengan tubuh Lola yang ramping, puting susunya yang berwarna merah muda tampak mengeras karena kedinginan dan gesekan dengan pakaian Toni tadi. Toni kembali menarik tubuh Lola, dan meredam tangisan Lola ketika ia melumat bibir Lola dengan bibirnya, menarik kepala Lola hingga mendongak dan menciumi bibir Lola serta menjulurkan lidahnya dalam mulut Lola yang hangat.

Sesuatu telah membuat Lola tersadar, karena tiba-tiba ia mendorong tubuh Toni menjauh sekuat tenaga, sambil menjerit.
"Tidak! Tidak! Bajingan!" Lola mundur menjauhi Toni seperti binatang yang terluka, tangannya menutupi buah dadanya. Lola memandang ke arahku, rambutnya menutupi sebagian wajahnya, wajahnya bersimbah air mata, dan matanya, matanya yang indah itu memancarkan teror dan putus asa, ia kemudian mendekati Johan, matanya memohon dan suaranya histeris meratap pada Johan.
"Toloongg.., saya.., ahh, hentikan ini semua." Lola seharusnya sudah menyadari dari tadi. Raut muka Johan sekarang berubah, dan ia tersenyum pada Lola, dan aku kembali melihat teror kembali timbul di sekujur tubuh Lola ketika ia menyadari bahwa sekarang ia sudah terjebak dan setiap ia memandang mata setiap orang di ruangan itu yang ia lihat hanya nafsu dan kesadisan.

Ia berusaha lari keluar, menghindar dari Toni yang tidak bergerak sedikitpun untuk menghalanginya, tapi aku yang bergerak, kutabrak dia dengan bahuku hingga Lola terjengkang dan terbanting ke lantai. Dan langsung saja kita bertiga menyerbu ke arahnya. Aku ingin memperkosa dia, Aku ingin membuatnya sakit dengan penisku dan mendenger jeritnya waktu kuperkosa dia. Aku sudah seluruhnya dikuasai nafsu birahi ketika aku menarik sepatunya, kemudian merobek stocking dan roknya sementara Johan dan Toni memegangi tubuh Lola yang meronta dan mengejang, jeritan Lola berbaur dengan nafsuku menambah semangatku menelanjanginya.

"Pegangi dia",. Aku mendengar Toni berkata, dan aku langsung memegangi kakinya yang berusaha menendangku. Setelah memegangi kedua kaki Lola aku baru bisa menikmati tubuh Lola yang telah telanjang bulat dengan leluasa, tubuh yang terbaring tak berdaya antara aku dan Johan yang memegangi tangannya di atas kepala Lola. My God, dia benar-benar punya badan yang indah, buah dada Lola bergoyang kian kemari ketika Lola meronra-ronta, penuh, bulat dan kenyal, perutnya benar-benar rata dan kelihatan kuat karena aku melihat otot-otot yang mengejang ketika ia meronta. Dan gila, pahanya, pahanya putih bersih dan halus mulus, di pangkalnya kulihat rambut kemaluan halus hitam menutupi gundukan vaginanya. Aku benar-benar tidak sabar buat masuk ke gundukan itu, penisku seakan-akan akan meledak ketika aku terus memeganginya dan melihat Toni berdiri di samping tubuh Lola, dengan ikat pinggang di tangan, matanya berkilat liar dan nafasnya mendengus-dengus.

"Pukul dia Ton!", Johan berkata dan aku juga melihat pancaran birahi dan sadis dari matanya ketika ia memandang Lola.
"Jangaann!" Lola menjerit sementara matanya mendelik ketakutan ketika ia melihat ikat pinggang itu mengayun ke perutnya, suara ikat pinggang kulit yang beradu dengan perut Lola sekeras jeritan Lola yang melolong. Ia mengejang di tanganku, sambil terus kupegangi, Lola meronta kesakitan ketika Toni mengayunkan lagi ikat pinggangnya terarah ke buah dadanya, membuat gundukan itu bergoyang-goyang liar sementara Lola terus menjerit dan mulai menangis lagi.

Toni terus memecuti Lola, mengayunkan ikat pinggang kulit itu tubuh Lola yang putih bersih, ke buah dadanya, perutnya, pahanya, membuat tubuh Lola menjadi belang kemerahan sementara Lola sendiri meronta dan menjerit dan menangis dipegangi olehku dan Johan. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku dari tubuhnya yang terkejang-kejang, rontaannya, tubuhnya memilin, menekuk, dan menjerit-jerit. tidak ada yang lebih menggairahkanku daripada melihat gadis yang sedang menjerit-jerit kesakitan. Aku harus memperkosanya.

Kulepaskan peganganku, melepaskan celana dalamku dan bajuku sementara Lola menarik kakinya hingga menutupi dadanya, dengan tangan masih dipegangi oleh Johan. Suara yang terdengar dalam ruangan itu hanya tangisan Lola, tangisan yang benar-benar menyayat hati, yang membuat penisku makin bergoyang-goyang ingin segera memuntahkan isinya. Aku berjongkok dan menarik kaki Lola lalu membukanya, pikiranku sudah gelap ketika aku menindih tubuh Lola membuatnya Lola terhenyak di sela-sela tangisannya. Aku meraba kaki Lola yang panjang dan merasakannya bersentuhan dengan kakiku, membuat tubuhku ikut gemetar karena nafsu. Aku merasakan buah dada Lola yang ditindih oleh dadaku, perut Lola yang hangat naik turun di bawah perutku, tubuhnya sekarang hanya sebuah mesin untuk memuaskan nafsuku, untuk memuaskan birahiku.

Aku meraih penisku dan memeganginya, memandang ke arah Lola yang memalingkna wajahnya dariku, matanya terpejam erat-erat sementara di pipi dan dahinya menempel rambut yang lengket karena keringat dan air mata. Aku mengarahkan penisku ke vagina Lola, cairan yang keluar dari penisku membasahi vaginanya, membantuku membuka bibir vagina Lola sampai aku merasakan liang vaginanya tepat di depan kepala penisku. Lola mengerang dan merintih, tubuhnya kembali meronta-ronta, giginya menggeretak ketika kujambak rambutnya dan menariknya hingga mendongak sehingga aku bisa mencium bibirnya yang sensual, menikmati jeritan Lola ketika aku menghunjamkan penisku ke vaginanya yang kering kerontang, menikmati rasa sakit dan ketakutan Lola ketika aku mulai memperkosanya.

Aku masukkan lidahku ke mulut Lola yang hangat dan basah, tubuhku bagai terbakar ketika merasakan jepitan vagina Lola di batang penisku ketika kepala penisku menembus selaput daranya, kaki Lola terangkat karena kesakitan dan rintihan terdengar dari tenggorokannya. Tubuhnya mengejang berusaha melawan ketika aku mulai bergerak dengan keras di vagina Lola. Aku tarik penisku sampai tinggal kepalanya di vagina Lola sebelum kudorong lagi masuk ke dalam rahimnya. Dia benar-benar gila, sungguh gila, menggairahkan, masih meronta-ronta di bawah tubuhku, kakinya masih bisa bergerak-gerak berusaha menutup, masih terus merintih dan menangis dan tersendak dan aku merasakan betapa tersiksanya dia lewat lidahku yang ada di mulutnya.

Aku merasakan cairan di penisku yang ada di dalam vagina Lola, sebagian pasti darah perawan Lola yang keluar ketika Aaku merobek selaput daranya, sebagian lagi mungkin cairan penisku yang keluar sebelum aku benar-benar ejakulasi, tapi cairan itu membuat gerakanku makin lancar, dan penisku mulai berdenyut-denyut menyebar ke seluruh tubuhku. Setiap kali kudorong penisku masuk Lola mendengus. Aku melepaskan bibirku dari mulut Lola dan menjilat turun ke lehernya, berhenti bergerak di vaginanya berusaha menikmati setiap saat dari perkosaanku selama mungkin, aku ingin merasakan ini selamanya ketika tubuhku bergetar lepas kontrol waktu aku menyedot leher Lola yang jenjang dan putih, sementara penisku terbenam seluruhnya dalam vagina Lola.

Aku terus menahan penisku di dalam vagina Lola, menikmati sensasinya, menikmati tangis kesakitan dari mulut Lola. Aku lalu mulai bergerak lagi, memperkosa dia pelan-pelan, lalu brutal dan menyakitkan, merasakan kenikmatan yang makin memuncak, memaksaku sekali lagi untuk bergerak pelan-pelan, memaksaku bergerak berirama, merasakan orgasmeku yang kian dekat, aku tahu sebentar lagi aku akan keluar, dan aku akan mengeluarkan semua spermaku di dalam tubuh Lola yang sedang merintih di bawahku. Aku makin keras menyedot leher Lola dan mulai mengigitnya, tanganku meremas rambut di kepalanya, tubuhku menyatu dengan tubuh Lola, dengan lehernya, dadanya, buah dadanya, perutnya, vaginanya, dengan vaginanya yang sempit dan hangat menjepit erat, pahanya, hingga betisnya. Aku merasakan semuanya ketika erangan kecil keluar dari dadaku.

Aku akan keluar, Aku mau keluar, Aku akan meledak sebentar lagi, biarpun Aku berusaha menahan sekuat tenaga tapi aku tidak bisa menghentikannya ketika aku mengerang, mendengus bagaikan banteng, otot pahaku menegang ketika penisku berdenyut-denyut tak terkendali di dalam vagina Lola, menyemburkan sperma demi sperma ke rahimnya yang terluka, kenikmatan yang amat sangat seakan-akan menyakitkan tubuhku, membuat nafasku tersengal-sengal. Dan Lola menyadarinya, dia sangat sadar bahwa aku sudah mengalami orgasme dan itu membuatku makin nikmat karena dengan begitu dia tahu bahwa aku sudah menaklukan dirinya, dan aku telah menyetubuhi dan meyemburkan spermaku ke dalam tubuhnya. Aku terbaring selama satu menit penuh, tubuhku lemas karena kenikmatan yang bertubi-tubi, tubuhku sesekali bergidik dan bergerak-gerak teratur terangkat oleh gerakan dada Lola yang menangis.

Kuangkat tubuhku dari atas tubuh Lola, penisku masih keras dan tegang waktu kutarik dari vagina Lola. Aku berdiri dan memperhatikan Lola, tubuh seksi yang baru saja kunikmati. Kuremas penisku, membuatnya berdenyut dan melonjak lagi karena gairah ketika kulihat kaki Lola yang ramping, yang sekarang tertekuk tak berdaya, melihat pinggulnya yang bulat, melihat perutnya yang rata, buah dadanya yang masih menakjubkan bergerak, pada wajahnya yang seperti model, yang semakin cantik dengan rasa sakit dan air mata. Aku bergidik lagi dan menatap Johan yang sedang menatap Toni.
"Giliran siapa?"

Toni mengangguk ke arah Johan, yang tersenyum dan mengangkat tubuh Lola dengan tangannya. Lola sempoyongan dipegangi oleh Johan di lengannya, dan menyeretnya ke mejaku. Lola tak bersuara ketika Johan membungkukan tubuhnya ke mejaku, hingga sekarang mulai pinggang hingga kepala Lola terbaring menelungkup di atas mejaku, semetara kakinya masih di lantai. Ketika aku pergi ke seberang meja dan memegangi pergelangan tangan Lola aku mendapatkan ide. Aku ambil pita perekat dari mejaku dan mengikat kedua pergelangan tangan Lola jadi satu. Lola tidak sekalipun melihat ke arahku, dia hanya berdiri, dengan setengah tubuhnya terbaring di meja, ketika aku terus mengikat pergelangan tangannya dengan perekat. Dia benar-benar gadis yang cantik pikirku. Setelah selesai kutarik tangan Lola hingga tergantung di sisi lain mejaku, sekarang kepala Lola tergantung di pinggir meja, buah dadanya menjadi bantalan bagi tubuh Lola di meja, menempel pada meja kayu jati itu.

"Pantatnya benar-benar bikin kku gila", kata Johan sambil meraba dua bulatan pantat Lola. Lola memang punya pantat yang sempurna, apalagi kalau dibandingkan dengan tubuhnya yang ramping, bentuknya sempurna, penuh, lembut, halus dan tanpa noda. Aku harus memasukkan juga ke sana pikirku ketika aku melihat Johan meraba, meremas dan menarik pantat Lola, membuat Lola melonjak di mejaku sementara aku terus menahan tangan Lola. Johan segera melucuti pakaiannya, sambil terus memandang pantat Lola yang luar biasa itu.

Penis Johan langsung mengacung keluar, dan aku tersenyum. Penisnya besar, dan panjang juga, hampir 20 senti, dan Johan siap memasukkan semuanya ke tubuh Lola. Aku ingin tahu juga bagaimana perasaan Lola waktu nanti Johan memasukkan penisnya ke badannya, memperkosanya dan menyakitinya. Kujambak lagi rambut Lola dan mengangkat kepalanya sehingga aku bisa melihat wajah Lola, wajah Lola berkilat karena air mata dengan bibir dan mata yang sempurna bagiku. Mata Lola terpejam tapi dengan melihat ekspresi wajah Lola aku bisa tahu apa yang sedang dikerjain Johan pada tubuh Lola. Pasti Lola merasakan sakit yang luar biasa waktu Johan masuk ke tubuhnya, walaupun aku sudah membasahi vaginanya dengan sperma dan darah perawannya.

Wajah Lola mengerenyit dan gemetar, erangan keluar dari mulutnya pada saat bersamaan. Aku dengar Johan juga mengerang, setelah itu terdengar suara daging bergesekan dengan daging, dan aku tahu Johan sudah masuk ke vagina Lola. Bibir Lola bergetar, air mata mengalir lagi dari matanya ketika kudengar suara tubuh berbenturan dengan tubuh yang lain, terus berulang-ulang. Johan memperkosa Lola dengan brutal dari belakang, seperti seekor anjing, sementara aku terus mengangkat kepala Lola, melihat wajahnya, menghembuskan nafasku ke wajah Lola, melihat rasa sakit dan sengsara yang terlukis bergantian di wajah Lola, dan Lola tahu bahwa aku sedang memandang wajahnya dan itu bagi Lola sama hinanya dengan diperkosa.

Aku terhanyut, terhanyut oleh wajah Lola, ketika aku dengar suara lain, dan aku melihat mata Lola terbelalak karena sakit dan shock, mata yang bulat hitam dan berkilat karena air mata, melihat bibirnya yang membentuk huruf 'O' sambil menjerit kesakitan. Aku tahu itu pasti Toni, dan itu pasti ikat pinggangnya yang diayunkan ke punggung atau pantat Lola, tapi aku tidak bisa melepas pandanganku dari wajah Lola, dari mata yang penuh penderitaan dan putus asa tapi berkilat indah. Aku bergidik dengan birahi yang memuncak lagi, penisku menegang lagi, menyakitkan, ketika aku melihat wajah Lola yang berkerut kesakitan dan penuh rasa malu.

Kudengar Johan mendengus dan mendengus lagi, dan aku tahu kalau dia baru saja ejakulasi di vagina Lola, dan Lola juga menyadarinya, dan ia lalu memejamkan matanya yang berlelehan air mata dan kembali menangis tersedu-sedu, dan setiap pecutan Toni mengayun, tangis kesakitan kembali terdengar dari dada Lola. Suara pecutan kemudian berhenti, dan aku melepaskan peganganku di rambut Lola, membiarkan kepalanya terjatuh lagi. Aku berdiri dan berpikir seharusnya aku juga mencoba mulut Lola sekarang juga, tapi Toni masih belum mendapat giliran.

"Dia benar-benar hebat", kata Johan, sambil masih melihat ke pantat Lola.
"Cewek yang benar-benar hot. Waktu lo pukul dia pake iket pinggang lo Ton, Aku kira barangnya bakal bikin punyaku putus saking kerasnya ngejepit." Toni cuma tersenyum dan kita semua berpandangan satu sama lain dan tersenyum.

Toni membuat sebuah gerakan dan aku mengangguk ke Johan. Johan menarik Lola dengan menjambak rambutnya, membuat kepala Lola terangkat dan kemudian dadanya, membuat dada yang tadi tertindih menyembul tegak lagi, sebelum tubuh Lola terlempar lagi ke lantai, rambut Lola menutupi wajahnya sementara tangannya yang masih terikat menumpu tubuhnya yang terbaring miring, dan kaki Lola yang indah menekuk di lutut. Aku pegang penisku merasakannya berdenyut lagi. Lola, Lola benar-benar sesuatu yang memabukkan.

Toni berjalan memutar dan mendorong kursiku, kursi besar dari kulit yang biasa dipakai para wakil presiden direktur perusahaan internasional, ke depan Lola. Toni lalu melucuti pakaiannya sendiri, tapi matanya tidak lepas dari tubuh Lola. Ruangan itu sunyi lagi, yang terdengar hanya suara pakaian Toni yang dilempar ke atas lantai dan tangisan Lola yang lirih. Ketika telah telanjang bulat Toni duduk di kursiku, merosot sedikit, dan memegang penisnya hingga mengacung ke atas.
"Coba kamu ke sini Lola", katanya, mata Toni penuh birahi, "dan kulum punyaku."

Kita semua menunggu, memperhatikan Lola, setengah berharap ia akan menurut dan setengah berharap ia akan menolak, sehingga membuat kita punya alasan buat menyiksanya lagi dan menyakiti tubuh yang indah itu. Ia terisak sekali dan kemudian mulai bergerak, merangkak dengan lututnya, menuju ke arah Toni, rambutnya yang panjang dan ikal menempel di wajah, buah dada dan punggungnya.

Aku memperhatikan dengan penisku di tanganku, ketika ia sampai di dekat Toni dan ia meraih penis Toni di pangkalnya dengan tangannya yang terikat, setelah itu membuka bibirnya yang penuh dan sensual itu, lalu mendorong mulutnya ke penis Toni. Aku pengen sekali meperkosa dia saat itu juga, tubuh yang penuh sensasi. Dia benar-benar merangsang, berlutut seperti itu, sementara kepalanya mengangguk-angguk ketika ia melayani Toni, pipi Lola menghisap dan mengulum penis Toni, sebagian rambut jatuh di wajahnya.

Aku memandang Toni, melihat raut mukanya yang kecewa.
"Dia tidak tau bagaimana mengulum yang benar", kata Toni, sambil memandangku, tangan Toni sekarang meremas rambut Lola ketika ia memegangi kepala Lola.
"Cewek ini tidak bisa make mulutnya buat muasin aku." Lola merintih mendengar perkataan Toni, dan mengikuti pandangan Toni yang sedang melihat ke ikat pinggang kita yang tergeletak di lantai. Aku tersenyum pada Toni dan mendekati Johan, mengambil ikat pinggangku, melihat tubuh Lola gemetar lagi seakan tahu apa yang akan terjadi sebentar lagi, kepalanya bergerak makin cepat di penis Toni, hampir putus asa.

Aku berdiri di belakang Lola, dengan ikat pinggang di tanganku, ujung ikat pinggang itu mengayun-ayun di tanganku, Johan ada di sebelahku, Otot tubuh Toni menengang memegangi Lola. Tanganku dan Johan terangkat dan mengayunkan ikat pinggang masing-masing ke pantatnya, keduanya mengenai sasaran, tubuh Lola melonjak kesakitan sementara lolongan kesakitan terdengar dari tenggorokannya, diredam oleh penis Toni yang masih ada di mulut Lola. Aku memecut lagi ke arah pantatnya, Lola menjerit lagi, Aku berhasil membuat tanda merah di pantatnya ketika Lola menjerit kedua kalinya, dan yang ketiga ketika ikat pinggang Johan mendarat ke pahanya, kepala Lola terlonjak sedikit ketika Toni menekan kepalanya turun ke pangkal penis Toni. Jeritan Lola berubah menjadi batuk dan suara tersedak, walaupun kita berdua masih terus memukulinya, penis Toni rupanya masuk hingga tenggorokannya.

Aku bisa melihat sekarang, Aku melihat benjolan kepala penis Toni di tenggorokan Lola, mata Lola menatap liar, tubuhnya meronta-ronta karena rasa sakit, panik dan kekurangan udara, tangannya menggapai-gapai, terlalu takut untuk mendorong tubuh Toni yang dengan tangannya menahan kepala Lola agar tetap di pangkal penisnya. Aku mengayunkan ikat pinggangku lagi, membuat suara jeritan terdengar lagi ketika ujung ikat pinggangku yang dilapisi logam menghajar punggung Lola yang mulus, tubuh Lola mengejang sama seperti tadi ketika ia diperkosa dan dipukuli.

Toni benar-benar brutal, dengan kedua tangan di sisi kepala Lola, meremas rambut Lola, ia menggerakkan kepala Lola di penisnya, menghunjamkan wajah Lola ke selangkangannya ketika ia memasukkan seluruh penisnya hingga ke tenggorokan Lola. Kita berdua juga brutal, ketika kita mengayunkan ikat pinggang ke pantat Lola, paha Lola bahkan punggung Lola ketika kita bersamaan menyiksa tubuh cantik yang terus menjerit, gemetar, mengejang dan berkeringat. Pikiranku sudah berkabut, walapun tanganku sudah lemas, pantat dan paha Lola sudah bilur-bilur kebiruan karena terus dipukuli, jeritannya makin keras dan melolong-lolong, penisku sudah tegang sekali seakan-akan ingin meledak ketika aku melihat Toni terus menghunjamkan wajah Lola ke pangkal penisnya dan sekarang menahannya di situ dan aku sadar Toni sedang ber-ejakulasi di tenggorokan Lola, menggeram ketika ia terus menahan kepala Lola.

Bersambung...

Tidak ada komentar: